MENGINGAT PAPA
Dibuat oleh:
NADYAMEETA J. B.
Kelas 7B - Tahun Ajaran 2023-2024
MENGINGAT PAPA
Dibuat oleh:
NADYAMEETA J. B.
Kelas 7B - Tahun Ajaran 2023-2024
Aku berjalan dengan langkah-langkah kecil keluar rumahku. Rambut hitamku yang panjang terikat ke belakang menjadi suatu ekor kuda. Ibuku tidak dapat mengikat rambutku menjadi gaya yang lebih rumit sebelum ia mulai menangis, aku tidak melihat secara langsung air mata ibuku tapi aku dapat merasakan getaran badan ibuku saat isakan yang bisu keluar dari mulutnya. Aku menggengam erat tangan ibuku dan memeluknya.
Memang sudah setahun sejak kejadian itu terjadi tapi sepertinya ibuku belum dapat menerimanya, mungkin ibuku tidak akan pernah menerimanya.Suatu bagian dari diriku ingin memarahi ibuku, ingin mengingatkan dia bahwa dialah yang sudah dewasa dan bukanya menangis seharusnya dia menghiburku, membisikan kata-kata penuh harapan kepadaku. Namun, aku tidak dapat mengatakan itu jadi aku tetap membisu.
Kakiku bergerak tanpa kuperintahkan, berjalan ke mobil, menaiki mobil dan duduk di sebelah ibuku yang sudah tidak menangis lagi. Mobil mulai bergerak dengan aku, ibuku dan kedua adikku. Selain mobilku ada satu mobil lagi yang berisi Opung dan bibi-bibiku, mereka pun juga mulai bergerak di belakang mobilku. Kedua adikku yang hanya setahun lalu tidak bisa diam dan selalu berantem sekarang diam seribu bahasa. Kurasa mereka tidak terlalu mengerti apa yang sedang terjadi dan mengapa mata ibu terlihat merah seperti ia baru selesai menangis, tapi mereka dapat merasa kesedihan yang berada di dalam mobil.
Di dalam mobil begitu sunyi tanpa suara tawa dan aura yang senang seperti dulu kala. Dalam keadaan sunyi ini aku tidak bisa menghentikan pikiranku yang langsung melayang kepada kenangan-kenangan yang lebih menyenangkan. Kenangan-kenangan yang aku inginkan terjadi sekarang.
…………………………………..
“Kiara!” terdengar teriakan ibuku dari lantai pertama rumah, “Ayo cepat ke bawah yang lain udah siap!” Pada saat itu aku merasa sebal karena mau lanjut bermain gameku, oh betapa aku akan senang mendengar teriakan ibu lagi sekarang, sejak kejadian itu ibu selalu sedih dan tidak pernah sepenuh tenaga seperti dulu. “Aaah, kenapa sih kita harus makan bersama dengan bibi hari ini? aku kan mau main.” aku berkata kepada sendiri. Namun meskipun aku tidak mau ikut, aku tetap berlari dengan cepat ke pintu kamar tidurku sambil menyandang tas ransel kecilku yang berada di depan pintu.
Aku berlari dengan gesit menuruni tangga. Kulihat pintu ke garasi terbuka memperlihatkan papaku yang sedang mengeluarkan mobil dari luar garasi. Aku pun mengambil sandalku dari rak sepatu dan memakainya. Saat mobil sudah berada di luar garasi aku pun bergabung dengan seluruh keluargaku yang sudah berada di dalam mobil sementara ibuku mengunci gerbang.
Jika aku bisa, sekarang aku akan menukarkan banyak sekali untuk dapat melihat papa menyetir mobil dengan ibu duduk di sampingnya sementara kedua adikku berkelahi di belakang. Namun sekarang itu tidak dapat terjadi lagi, kalau pun dapat terjadi lagi itu tidak akan terasa sama seperti dulu. Aku ingin meneriaki diriku yang dulu untuk menikmati dan menghargai momen-momen seperti ini karena momen seperti ini tidak dapat terjadi selamanya. Namun aku hanya dapat menyalahkan diriku sendiri karena membiarkan semua kenangan itu berlalu tanpa sedikit pun peduli.
Saat sudah mendapat tempat duduk yang nyaman tanganku pun melayang dengan cepat ke hp yang tadi kumasukan ke dalam tasku. Tanganku pun mulai bermain hp, tapi belum 5 menit aku bermain tiba-tiba aku mendengar papaku bertanya kepadanya “Jadi gimana kamu sekolahmu, Ki?.” “Ah, ngga gimana-gimana Pa, biasa aja sekolah aku.” Aku menjawab tanpa pikir panjang, mata tetap menatap ke screen hpku. Beneran? Ngga ada cerita-cerita tentang sekolah?” tanya papa. “Ngga pa beneran ngga ada yang interesting” Jawabku mengalihkan pandanganku untuk menatap papaku yang sedang mengendarakan mobil dengan tatapan sebal.
“Ayolah, Ki jangan main hp terus, spend some quality time sama papa dan ibu dong.” Pinta papa, seglintir kemarahan terdengar di dalam suaranya. “Udalah Pa, don’t bother me.” Aku berkata mataku kembali menatap hpku. “Kenapa sih kamu Kiara?! Papa sama ibu kan cuman mau spend some time sama kamu, emang lebih penting hp kamu ya?!” Papa berkata dengan nada yang ditinggikan. “Aku udah spend enough time sama papa dan ibu, sekarang aku ngga mau spend time sama papa dan ibu, emang ngga boleh ya aku dapet alone time?” aku berkata membantah papaku. Mulailah perkelahian yang sepertinya sudah rutin terjadi setiap kali kita mau spend family time pasti begini, Papa dan aku saling berteriak, ibu mencoba melerai pertengkaran kita dan kedua adikku ikut bertengkar.
Setiap kali aku memikirkan kenangan ini aku semakin sadar kebodohanku. Tidak mengerti betapa rentan hidup itu. Namun aku tidak dapat menganti masa lalu sekarang aku cuman bisa mikir tentang masa depan. Ya udahlah daripada mikirin ini lebih baik aku mikirin yang lain.
…………………………………….
Akan tetapi sebelum aku dapat mencari hal lain untuk dipikirkan tiba-tiba aku merasa mobil yang sedari tadi aku naiki berhenti. Aku melihat ke atas, keluar jendela mobil, aku sudah sampai ke destinasi yang dituju. Aku melangkah keluar dari mobil dengan diam sebelum membantu ibuku keluar dari mobil. Adik-adikku melompat dari dalam mobil. Mobil yang berisi opung dan bibi-bibiku juga berhenti dibelakang mobilku. Ibuku mengambil dan menggengam tangan kiriku dengen erat aku merasa sedikit getaran dari tangannya, ia sedang menahan tangis.
Tangan ibu yang lain menggengam adikku yang paling kecil, adikku yang satu lagi dipegang oleh bibiku. Opungku berjalan paling depan dengan bibiku yang paling tua setelah itu bibi uda dan adikku, aku berserta ibu dan adikku yang paling muda berjalan dibelakang. Kami berjalan dengan diam melewati beberapa kuburan, aku menggengam erat tangkai beberapa bunga yang kupegang dengan tangan kananku.
Akhrinya setelah berjalan selama tiga menit kami berhenti di depan salah satu kuburan. Ibuku melepaskan genggaman eratnya akan tanganku dan berjalan ke kuburan itu. Air mata yang dari tadi ia tahan kini jatuh menggulir di pipinya, ia mengisak dengan kecil. Bibiku dengan sigap mengambil buket bunga yang dibawanya dan mulai menaruhnya di dekat kuburan. Bibi sudah duduk di sebelah opungku yang berurai air mata, mencoba menghiburnya. Dengan suara kecil opungku berkata diantara isakannya “Anakku mengapa kamu cepat sekali pergi meninggalkan ibu, adik-adik, dan keluargamu? Seharusnya ibu saja yang pergi, ibu sudah tua sudah tidak punya masa depan yang cerah, kamu masih muda anakku kenapa kamu pergi?”
Aku mengalihkan tatapanku dari opungku Kembali ke ibuku. Sekarang ibuku dikelilingi oleh kedua adikku yang memeluk ibu dengan erat. Aku berjalan dengan bisu kepada bibiku dan duduk bersimpuh di dekat makam ayahku. Dengan tangan yang gemeteran aku meletakkan bunga yang dari tadi kugenggam di depan foto ayahku.
Aku terlambat, terlambat menghargai dan terlambat menyayangi ayahku. Banyak sekali kata-kata yang ingin aku tarik kembali dari semua percakapan dengan ayahku, banyak sekali hari-hari dan momen-momen yang aku sesali, momen-momen yang seharusnya aku habiskan dengan ayahku yang malah aku habiskan untuk diriku. Sebulir air mata jatuh dari mataku dan mengenai lantai dekat kubur ayahku. Aku tidak bisa menganti hari-hari dan momen-momen itu yang dapat kulakukan hanyalah terus berjalan dan berusaha melewati kehidupan ini dengan bahagia. Aku berdiri dari posisi dudukku yang tadi mataku masih menatap kepada kuburan ayahku. Sebulir air mataku yang lain jatuh dari mataku. Aku mengusap air mataku dengan lengan bajuku, saat aku membuka kembali mataku sudah ada senyum sedih di bibirku.
Terima kasih ayah sudah mengajari dan menemaniku sejak kecil. Sekarang ayah sudah berada di tempat yang lebih baik, suatu hari aku akan bertemu denganmu ayah, tapi sampai hari itu tiba aku akan selalu menjalani hidup dengan bahagia dan membanggakan ayah, aku janji.